Thursday, March 10, 2011

Pesan pramodyia


"Sepintar apapun kau, jika kau tak menulis kau akan hilang dari sejarah"..
by pramoedya copas dari status teman di sebuah web sosial . Kata-kata indah namun cukup menyindir saya seketika itu...saya bukan orang yang senang untuk menumpahkan fikiran melalui sebuah tulisan (alias males nulis dot com...he he he)...mulanya bingung mau menulis apa..namun berbekal dorongan sana sini...akhirnya saya memulai tulisan..moga bermanfaat dan.. selamat datang di rumah maya kami..

Cinta di Rumah Putih...(sebuah kisah)

Rumah putih itu.. rumah cinta, Adam memulai tulisannya sambil coba mengingat kejadian belasan tahun silam.
Semua orang tahu Pak Haji Jajat pemilik rumah itu suka sekali warna putih, hal ini bukan suatu kebetulan karena pak haji menginginkan anak semata wayangnya menjadi dokter..ehm sebuah cita-cita yang mulia. Kalau boleh dibilang hanya atap rumah itu saja yang tidak berwarna putih.Namun semenjak di tinggal istrinya wafat, rumah itu menjadi kosong karena pak haji diminta tinggal bersama anaknya di jepang.. sungguh orang betawi yang amat beruntung...
Semenjak itulah kami menempati rumah pak haji jajat tentunya dengan membayar uang sewanya setiap bulan, ya. aku dan tiga orang kawan lainnya baru saja masuk perguruan tinggi favorit di depok. Rumah yang hanya bersebrangan dengan halte kampus itu membuat kami amat senang tinggal di rumah putih. Selain besar didalamnya juga sudah tersedia furniture, namun pak haji berpesan untuk merawat rumah ini dan tidak boleh diisi lebih dari empat orang.Ehm.. sebuah aturan yang harus di patuhi. Satu hal yang membuat kami tertawa geli adalah alasan pak jajat menerima kami karena kami "berjenggot" dan satu lagi karena kami "ganteng" he he he.. pernyataan terakhir yang akhirnya membuatt kami terbang tinggi...
Kegembiraan kami ternyata tidak berlangsung lama.. pasalnya ada seorang gadis yang selalu "menunggu" kami berangkat dan pulang dari kampus. Entah dari mana dia begitu tahu jadwal kami pergi dan pulang kampus. sesuatu yang biasa saja namun menjadi luar biasa ketika itu berlangsung setiap hari. Setiap kami keluar rumah sang gadis sudah siap dengan sapu lidi ditangan untuk menyapu jalanan yang kami lalui sehingga dengan berat hati kami selalu bilang " permisi mbak.." sesuatu yang benar-benar kami paksakan karena setelah itu ia akan mengajak kami mengobrol.
Sang gadis anak mak enty pemilik rumah kontrakan yang ramai berjajar di sepanjang jalan utama, dia muda dengan wajah yang lumayan manis.. tapi menurut orang otak dia agak terbelakang... sehingga bisa dibayangkan saat-saat pergi dan pulang kampus adalah saat-saat mencengkram buat kami..karena kami kuliah pada jurusan yang berlainan walhasil kami harus janjian balik kos bersamaan guna menghindari si gadis...bahkan pernah dia nekat menulis rumah putih itu menjadi rumah 'ganteng' dengan menggunakan lipstick super merahnya di tembok putih pak Haji. ehmm masyallah
Itu adalah kisah belasan tahun yang lalu....gadis yang anak mak enty yang sampai saat ini aku tak tahu namanya itupun entah berada dimana...?.. namun tulisanku berhenti ketika BB ku berbunyi kulihat facebook ku meminta persetujuan pertemanan...Dialah Arman kawan karibku dikampus..anak psikologi yang jadi rebutan para mahasiswi... kulihat foto profilnya adalah foto pernikahan dengan seorang gadis berkerudung yang.... ehmm begitu ku kenal wajahnya belasan tahun lalu...ehmmm mungkinkah dia gadis itu???...... ( bangi,27 februari 2011)

Menjadi Mulia Tak Perlu Kaya


Ini sebuah kisah nyata: ada dua orang wanita yang tinggal serumah. Keduanya selalu menyisihkan sebagian harta yang dititipkan Allah pada mereka dengan cara berinfak. Hal ini mungkin bukan sesuatu yang menarik untuk dibicarakan. Tetapi tunggu, ulama tersebut melanjutkan kisahnya.

Siapakah kedua wanita yang tinggal dalam satu atap itu? Mereka bukanlah anak dan ibu atau kakak beradik. Lalu, siapakah gerangan mereka? Keduanya tak lain adalah seorang majikan dan pembantunya.

Tanpa diketahui oleh masing-masing, sang pembantu selalu menyisihkan rezeki yang diperoleh setiap kali menerima gaji, demikian pula dengan sang majikan. Secara logika kita pastinya berfikir bahwa penghasilan sang majikan lebih besar dari sang pembantu, maka infaknya pun tentu akan lebih besar. Sang pembantu, berapalah ia mampu infakkan, apalagi harus berbagi dengan kebutuhan hidup dan biaya pendidikan anak-anaknya.

Namun, Allah mempunyai matematika lain. Dengan gaji tak seberapa plus dipotong infak, ia hidup cukup. Anak-anaknya bersekolah sampai jenjang tertinggi.

Tentu saja bagi orang beriman yang mengakui bahwa hanya Allah yang berkuasa memberi rezeki, tak kan pernah heran atau terlontar tanya seperti demikian. Karena sudah jelas tercantum firman-Nya dalam Alquran:

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 261).

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya) bagi mereka, dan mereka akan mendapat pahala yang mulia.” (QS Al-Hadid: 18)

Demikianlah, Allah telah banyak menunjukkan salah satu contoh kekuasaan-Nya melalui kisah serupa. Sebagai sebuah pelajaran supaya cukuplah Allah tempat kita menyandarkan keyakinan sepenuhnya atas rezeki yang diberikan-Nya. Di samping itu kita tidak perlu merasa khawatir untuk bersedekah atau menginfakkan sebagian rezeki yang Allah titipkan tersebut karena janji Allah pastilah benar adanya. Kita pun tak perlu menunggu menjadi orang kaya untuk berbagi rezeki demi mendapatkan kemuliaan di hadapan-Nya.

“.... Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS Al Hujuraat [49]:13). ( by : Republika)